Laman

Kamis, 15 November 2012

3 Kasus UUD ITE no 11 tahun 2008

Latar Belakang

Indonesia telah memasuki sebuah tahapan baru dalam dunia informasi dan komunikasi dalam hal ini adalah internet. Indonesia merupakan salah satu  negara berkembang di dunia yang telah memulai babakan baru dalam tata cara pengaturan beberapa sistem komunikasi melalui media internet yakni seperti informasi, pertukaran data, transaksi online dsb. Hal itu dilakukan oleh Indonesia melalui pemerintah yang bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membuat sebuah draft atau aturan dalam bidang komunikasi yang tertuang dalam RUU ITE atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik. Tepatnya pada tanggal 25 Maret 2008 telah disahkan menjadi UU oleh DPR. UU ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan hukum yang seringkali dihadapi diantaranya dalam penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.  Hal tersebut adalah sebuah langkah maju yang di tempuh oleh pemerintah dalam penyelenggaraan layanan informasi secara online yang mencakup beberapa aspek kriteria dalam penyampaian informasi. 


Untuk itu tentu dibutuhkan suatu aturan yang dapat memberikan kepastian hukum dunia maya di Indonesia.  Maka diterbitkanlah undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang lazim dikenal dengan istilah “UU ITE”.

 Departemen Komunikasi dan Informatika membentuk “Tim Antar Departemen Dalam rangka Pembahasan RUU Antara Pemerintah dan DPR RI” dengan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri No.: 10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23 Januari 2007 dengan Pengarah:

  •     Menteri Komunikasi dan Informatika,
  •      Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sekretaris Negara, dan Sekretaris Jenderal
  •     Depkominfo. Ketua Pelaksana Ir. Cahyana Ahmadjayadi, Dirjen Aplikasi Telematika
  •     Depkominfo, Wakil Ketua Pelaksana I: Dirjen Peraturan Perundang-undangan
  •     Departemen Hukum dan HAM dan Wakil Ketua Pelaksana II: Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum.



Penyelesaian Sengketa
 

Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang lebih dikenal dengan UU ITE terdapat 8 pasal yang menjelaskan tentang Penyelesaian Sengketa , yaitu pada pasal 35 dan pasal 36.
Berikut adalah isi dari pasalnya

Pada pasal 35 :
(1)   Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan Teknologi informasi yang menimbulkan kerugian.
(2)   Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat.


Pada pasal 36 :
(1)   Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2)   Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui lembaga penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.



  

Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual dan Perlindungan Hak-Hak Pribadi

Pada undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang lebih dikenal dengan UU ITE telah dimuat 3 pasal (pasal 23, pasal 24, pasal 25) yang memuat Nama domain, hak kekayaan intelektual serta perlindungan atas hak-hak pribadi. Berikut isi dari pasal-pasal tersebut :

Pada pasal 23 memiliki 7 ayat yang masing-masing mencakup tentang kepemilikan atau pegelolaan nama domain, isiayat-ayat tersebut antara lain :
(1)   Setiap orang berhak memiliki nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2)   Pemilikan dan penggunaan nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada itikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak orang lain.
(3)   Setiap orang yang karena penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan nama domain dimaksud.

(4)   Pengelola nama domain adalah pemerintah dan / atau masyarakat.
(5)  Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan nama domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih pengelolaan nama domain tersebut.
(6)   Pengelola nama domain yang berada diluar wilayah Indonesia dan nama domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelola nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pada pasal 24 menyebutkan “Informasi elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, desain situs internet dan karya-karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual, berdasarkan perundang-undangan yang berlaku”

Pasal 25 berisi 2 ayat tentang hak-hak pribadi dari penggunaan informasi melalui media elektronik, diantaranya :
(1)   Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
(2)   Setiap orang yang dilanggar hak-haknya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang-undang ini.




Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik
 

Pada undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang lebih dikenal dengan UU ITE telah dimuat 2 pasal (pasal 13,pasal 14) tentang penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan 2 pasal (pasal 15,pasal 16) tentang penyelenggaraan sistem elektronik. Pasal-pasal tersebut memiliki kandungan atau isi masing-masing.

Pada pasal 13 berisikan penyelenggara sertifikasi elektronik baik di Indonesia maupun luar Indonesia (asing) yang memiliki 5 ayat, yaitu :
(1)   Setiap orang berhak menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik untuk tanda tangan elektronik.
(2)   Penyelenggara sertifikasi elektronik harus memastikan keterkaitan suatu tanda tangan elektronik dengan pemilik tanda tangan elektronik yang bersangkutan.
(3)   Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a.      Penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia
b.      Penyelenggara sertifikasi elektronik asing
(4)   Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(5)   Penyelenggara Sertifikasi Elektornik Asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.


Pasal 14 UU ITE ini memiliki 2 ayat yang memuat tentang ketentuan penyediaan informasi bagi pengguna jasa sertifikasi elektronik, berikut isi dari pasal tersebut :
(1)   Penyelenggara sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 wajib menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a.      Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penanda tangan.
b.      Hal-hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat tanda tangan elektronik.
c.       Hal-hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan tanda tangan elektronik.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara sertifikasi elektronik diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pada pasal 15 memuat tentang ketentuan penyelenggara sistem elektronik, yang meliputi 3 ayat sebagai berikut :
(1)   Setiap Penyelenggara sistem elektronik wajib menyelenggarakan Sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem elektronik sebagaimana mestinya.
(2)   Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektronik yang diselenggarakannya.
(3)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa (force majeure) atau kesalahan dan/atau kelalaian dari pihak pengguna sistem elektronik.

Pasal 16 undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki 2 ayat yang berisi syarat penyelenggara sistem elektronik, berikut isi dari pasal tersebut :
(1)   Sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-Undang tersendiri, setiap penyelenggara sistem eletronik wajib mengoperasikan sistem elektronik yang memenuhi persyaratam minimum sebagai berikut :
a.      Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.      Dapat melindungi keotentikan, integritas, kerahasiaan, ketersediaan, dan keteraksesan dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
c.       Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
d.      Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan
e.      Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan pertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara¬an sistem elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.




Tujuan Undang-Undang ITE
  •     Mengembangkan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.
  •     Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
  •     Meningkatkan aktifitas dan efisiensi pelayanan publik.
  •     Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin namun disertai dengan tanggung jawab.
  •     Memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.


Contoh-contoh kasus Undang-Undang ITE


  1. Narliswandi sudah diperiksa pada 28 Agustus lalu. Penyidik berniat pula menjerat Narliswandi dengan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Karena kasus pencemaran nama baik terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Alvin Lie.
  2. Agus Hamonangan diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya Sat. IV Cyber Crime yakni Sudirman AP dan Agus Ristiani. Merujuk pada laporan Alvin Lie, ketentuan hukum yang dilaporkan adalah dugaan perbuatan pidana pencemaran nama baik dan fitnah seperti tercantum dalam Pasal 310, 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta dugaan perbuatan mendistribusikan/mentransmisikan informasi elektonik yang memuat materi penghinaan seperti tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

 http://www.lipi.go.id/intra/informasi/1250035982.pdf